MEMBACA KEUNTUNGAN STUDI SASTRA
BAGI GURU, SISWA, DAN SEKOLAH
Oleh: Sri Wintala Achmad
Diakui bahwa sastra tidak hanya dapat dijadikan sebagai media rekreasi
yang dapat menginspirasi bagi pembacanya, namun pula mampu membentuk
kepribadian bagi kreatornya. Dengan melihat kontribusinya, maka sastra layak
diajarkan oleh seorang guru yang menguasai bidang tersebut kepada seluruh anak
didik di sekolah.
Agar studi sastra di sekolah dapat memenuhi capaian target idealisnya,
tentu saja seorang guru tidak sekadar cenderung mengajarkan sejarah sastra yang
kurang memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepribadian siswa. Akan
tetapi, seorang guru harus mampu mengajarkan bagaimana mencintai, mengapresiasi,
mengkritisi, serta menggubah karya sastra baik prosa (novel atau cerpen) maupun
puisi.
Apabila seorang guru tidak menguasai keseluruhan cabang studi sastra,
maka jangan diharap siswa akan mencintai dan mampu mengapresiasi, mengkritisi,
serta menggubah karya sastra yang baik. Dengan demikian, guru tersebut pula
tidak dapat menjadikan studi sastra sebagai media di dalam membentuk
kepribadian siswa.
Perihal guru yang tidak menguasai keseluruhan cabang studi sastra
kiranya telah menjadi problem klasik. Hal ini dikarenakan banyak guru sastra
adalah notabene pengajar bahasa Indonesia yang hanya mengajarkan sejarah dan
barangkali kritik sastra. Akibatnya pelajaran sastra di sekolah yang cenderung terasa
tawar tersebut kurang menarik bagi siswa.
Dikarenakan telah menjadi problem klasik, maka tidak terpenuhinya studi sastra (terutama, kreativitas di bidang karya sastra) bagi para siswa harus mendapatkan solusinya. Salah satu solusi yang dapat diambil, antara lain: pertama, workshop penulisan karya sastra bagi para guru. Dimana pengetahuan yang diperoleh oleh para guru tersebut kemudian dapat diajarkan kepada seluruh siswa. Ke dua, ekstra kurikuler penulisan karya sastra bagi siswa yang hingga saat ini belum disentuh oleh banyak sekolah formal.
Workshop dan Diklat Sastra
Berangkat dari realitas (keprihatinan) studi sastra di sekolah, pihak-pihak
(lembaga) yang bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut termotivasi untuk melaksanakan
kegiatan workshop penulisan karya
sastra bagi para guru. Salah satu lembaga yang telah menunjukkan konsistensinya
dalam merealisasikan studi penulisan karya sastra di sekolah adalah Balai
Bahasa Jawa Tengah (BBJT). Melalui program workshop
penulisan karya sastra bagi para guru Bindo SMP di Cilacap (2014), BBJT
berupaya agar para pengajar bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan bahasa
Indonesia dan sejarah sastra, namun pula teknik menulis karya sastra yang baik
kepada para siswa.
Perhatian BBJT terhadap pentingnya terhadap pembelajaran karya sastra
bagi para siswa yang harus dikuasai oleh para guru layak mendapatkan apresiasi.
Terlebih ketika BBJT melanjutkan program tersebut dengan program lanjutan yakni
diklat bertajuk Menggauli Sastra dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra yang
dilaksanakan pada Kamis-Sabtu (9-11 April 2015) di pendapa Kabupaten Cilacap.
Suatu program yang diikuti oleh 120 guru dan disertai beberapa program
kesusastraan lainnya, yakni: Launching Antologi Puisi ‘Merengkuh Angan’ karya
para guru Bindo SMP terbitan BBJT dan Antologi Puisi Bilingual Spring Fiesta
karya penyair 9 negara (Indonesia, Hongkong, Singapura, Malaysia, Pakistan,
India, Arizona, Serbia, dan Canada) terbitan Araska Publisher & Indonesian
and English Poetry Group oleh Tatto Suwarto Pamudji (Bupati Cilacap);
Musikalisasi Puisi oleh siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Sidareja (Cilacap),
dan Baca Puisi oleh penyair Yogyakarta, Purwokerto, dan Cilacap (Bambang Darto,
Daru Maheldaswara, Syam Chandra Mantiek, Wadie Maharief, Wanto Tirta, Lili
Kuswanti, dll).
Ekstra Kurikuler Sastra
Disadari bahwa apa yang dilakukan BBJT di dalam memberikan pembekalan
pengetahuan penulisan karya sastra bagi para guru tidak akan membuahkan hasil
maksimal bila tidak diamalkan. Pengertian lain, siswa tidak akan mendapatkan
pengetahuan tentang penulisan karya sastra bila para guru tidak mengajarkannya
di luar kurikulum yang ditetapkan. Dari sini, sekolah harus tanggap yakni
membuka ekstra kurikuler penulisan sastra bagi siswa. Setara dengan ekstra
kurikuler teater, seni rupa, tari, musik, dll.
Apabila para guru yang telah mendapatkan pembekalan pengetahuan
penulisan sastra belum sanggup mengajarkan kepada siswa tentang menulis karya
sastra yang baik, maka tidak ada salahnya sekolah melibatkan sastrawan sebagai
pengajar ekstra kurikuler sastra. Sehingga hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut
akan lebih dapat dirasakan oleh siswa.
Hasil positif lain yang akan dituai dari ekstra kurikuler sastra tidak
hanya menjadikan siswa gemar menulis karya sastra; namun pula dapat membantu
siswa di dalam membentuk kepribadian, mencerdaskan logika dan imajinasi, serta
memperluas wawasannya. Dikarenakan, seorang penulis karya sastra akan
senantiasa gemar membaca berbagai buku yang akan memberikan kontribusi di dalam
mendapatkan ide-ide kreatifnya.
Di samping itu, ekstra kurikuler sastra akan memberikan pembekalan pada
siswa untuk menjadi kreator sastra yang karya-karyanya akan dipublikasikan oleh
harian, mingguan, tabloid, majalah, atau penerbit buku. Dengan demikian,
sekolah dimana siswa itu tinggal turut mendapatkan nama harumnya. Mengingat
siswa yang karya-karyanya dimuat di media niscaya mencantumkan nama sekolahnya.
Keuntungan lain, ekstra kurikuler sastra pula akan memberikan pembekalan pada
siswa yang berminat menjadi sastrawan. Salah satu profesi di masa modern ini
dapat dijadikan sebagai bekal hidup di dalam menopang kebutuhan ekonomisnya di
masa mendatang. Semoga harapan ini bukan isapan jempol belaka!
Sri Wintala Achmad
Tinggal di Cilacap, Jawa
Tengah