Entri yang Diunggulkan

INDONESIAN POEM BY BAMBANG DARTO

THE EARLY EVENING When raining the clock is damaged and the sun is dark the day has no wind when the thunder burglarizes chest my he...

Selasa, 30 Desember 2008

BUDAYA TRADISI

SAPARAN, MAKNA, NILAI, DAN PERANNYA
Oleh: Sri Wintala Achmad


Dari wilayah Gamping (Sleman), kita telah lama mengenal upacara tradisi Saparan yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar, yakni masyarakat pedukuhan Gamping Lor, Gamping Tengah, dan Gamping Kidul khususnya, serta masyarakat Kalurahan Ambarketawang pada umumnya.
Upacara tradisi Saparan di Gamping yang berlatar-belakang historis meninggalnya sepasang suami-istri Kyai dan Nyai Wiro Suto (abdi Pangeran Mangkubumi) yang tertimpa runtuhan Gunung Gamping tersebut mengandung makna kultural dan nilai spiritual. Bermakna kultural, karena Saparan yang tersaji dalam prosesi serangkaian barisan prajurit, para penandu boneka sepasang pengantin (terbuat dari bahan ketan dan juruh), binatang klangenan Kyai Wiro Suto, sepasang patung gendruwo, dan beberapa kelompok kesenian merupakan produk khas budi daya para kreator lokal Ambarketawang.


Bernilai spiritual, upacara tradisi Saparan yang berakhir dengan puncak acara penyembelihan sepasang bekakak di titik situs Gunung Gamping dan pergelaran wayang kulit semalam suntuk di Kalurahan Ambarketawang dimaksudkan agar upacara tersebut berpengaruh positif atas keselematan warga Gamping dan sekitarnya. Sesudah upacara tersebut mampu menjadi media perealisasian reinteraksi kosmis yang dinamis, yakni mikro-kosmis/jagad alit (manusia, binatang, dan lingkungan sekitar) dan makro-kosmis/jagad ageng (Gusti Kang Hamurbeng Jagad Raya).
Nilai spiritual di dalam upacara tradisi Saparan sungguh kontekstual untuk dikemukakan pada saat ini. Manakala ketidak-dinamisan interaksi kosmis yang menimbukan serentetan bencana di bumi Nusantara tersebut telah menelan banyak korban jiwa, harta dan benda. Manakala fenomena terhadap agama (agemaning ati) yang selalu mengajarkan manusia pada laku kebajikan terhadap sesama makhluk dan alam lingkungan (horisontal), serta Tuhan (transendental) perlahan-lahal tanggal dari jiwa.
Dipahami lebih jauh, bahwa selain mengandung makna kultural dan nilai spiritual, upacara tradisi Saparan memiliki akses besar dalam dunia pariwisata di Sleman. Karenanya besarnya perhatian dari Dinas Kebudayaan dan Pariwitasa (DIKBUDPAR) serta Pemerintah Daerah (PEMDA) Kabupaten Sleman yang berupa pendanaan terhadap realisasi upacara tradisi tesebut sangat diharapkan. Agar masyarakat Gamping yang bertujuan untuk melestarikan produk budaya warisan leluhurnya tidak terlampau terbebani pundaknya dengan persoalan dana. Persoalan klasis yang senantiasa muncul pada setiap event tersebut diselenggarakan.
Meskipun dana tetap menjadi kunci utama di dalam penyelenggaraan upacara tradisi Saparan, namun DIKBUDPAR atau PEMDA Kabupaten Sleman, serta pihak panitia sendiri tidak sepenuhnya menjual event tersebut kepada sponsor. Hal ini guna menjaga agar tidak munculnya image negatif publik yang mengarah pada klaim, bahwa Saparan telah berubah fungsi sebagai media sponsor di dalam mengembangkan pemasaran produknya di lingkup konsumen, selain menghindari tudingan bahwa event tersebut merupakan peluang panitia di dalam meraup kuntungan finansial semata.
Perihal lain yang semustinya mendapatkan perhatian khusus, bahwa upacara tradisi Saparan sesungguhnya dapat dijadikan media pengenalan, pelestarian, atau penumbuh-kembangan produk seni dan budaya yang hidup di Kecamatan Gamping. Karenanya sangat disayangkan, apabila event yang pernah melibatkan kelompok-kelompok kesenian atau budaya dari seluruh kecamatan pada beberapa puluh tahun silam tersebut kini tidak direalisasikan kembali.
Dengan demikian, panitia yang memahami peran seni atau budaya sebagai media pemersatu publik seyogyanya merealisasikan pemikiran terhadap pentingnya pelibatan aktif dari berbagai person atau komunitas kesenian atau kebudayaan di seluruh Kecamatan Gamping. Bahkan tidak ada salahnya, apabila panitia berkenan mengundang beberapa person atau komunitas kesenian atau kebudayaan dari luar lingkup kecamatan Gamping.
Apabila pemikiran ini dapat direalisasikan, saya percaya bahwa penyelenggaraan upacara tradisi Saparan akan lebih semarak. Di samping gaung atas nilai tawar dan capaian target event tersebut akan menjangkau ruang lingkup yang lebih luas. Tidak hanya sebatas ruang-lingkup Kalurahan Ambarketawang, melainkan Kalurahan Balecatur, Banyuraden, Nogotirto, dan kalurahan-kalurahan di luar Kecamatan Gamping. Hingga Gamping yang merupakan salah satu kantong seni-budaya di wilayah Kabupaten Sleman atau Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) niscaya semakin terdongkrak citranya baik di masa sekarang maupun mendatang.

Sri Wintala Achmad
Pemerhati Seni-Budaya Tradisi
Ketua Sanggar Gunung Gamping Indonesia
Tinggal di Cilacap

Sumber foto: 
http://www.jogjatrip.com/id/98/upacara-adat-saparan-bekakak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar