BWCF 2013:
Membuka Kran
Kesadaran Potensi Bahari dan Rempah
Oleh: Sri Wintala Achmad
Penyelenggaraan
Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) oleh Samana Foundation pada 29
- 31 Oktober 2012 bisa dikatakan sukses. Berkat kesuksesan tersebut, Samana
Foundation bermaksud kembali menggelar BWCF pada 17 - 20 Oktober 2013. Namun tema yang diusung tidak menohok tentang Cerita Silat
dan Sejarah Nusantara, melainkan Memori Rempah dan Bahari Nusantara. Apapun
temanya, penyelenggaraan BWCF tetap konsisten sebagai media penggali kebudayaan
Nusantara yang sekian lama terkubur jaman. Ini merupakan salah satu nilai
tersendiri untuk dicatat dan layak mendapatkan angkatan topi.
Melalui BWCF 2013 yang akan diselenggarakan di lima tempat,
yakni: Hotel Manohara, Rumah Buku Dunia Tera, Hotel Royal Ambarukmo, Hotel Hyatt
Regency, dan Hotel Sheraton Mustika tersebut; masalah rempah
dan bahari Nusantara bakal dibahas oleh beberapa pakar, antara lain: Singgih
Tri Sulistyono, Susanto Zuhdi, John N
Miksic, Gusti Asnan,
Edward Polenggomang, Riza Damanik, Bondan Kanumoyoso, Daud Aris Tanudirjo, Budi Prakoso, Bona Beding, Remy Silado, dll.
Selain seminar,
BWCF 2013 pula akan menyajikan beberapa aktivitas budaya yang sangat menarik, yakni:
Pameran Foto, Pemutaran Film, Pentas Musik, Panggung Sastra dari Laut, Pesta
Buku, dan Pemberian Penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award ke-2 yang akan
diberikan pada Susanto Zuhdi, Agus Aris
Munadar, Supratikno
Rahardjo, dan Mudji Sutrisno. Seluruh aktivitas
kultural tersebut akan melibatkan penulis sastra berlatar belakang sejarah Nusantara,
sejarawan, antropolog, pelaut, budayawan, mahasiswa, wartawan, dsb.
Membuka Kran Kesadaran
Bila dihayati dengan seksama, Nusantara
yang diibaratkan tanah surga oleh Koesplus dengan bahari sebagai kolam susu itu
tampaknya bukan sekadar isapan jempol. Namun kesadaran terhadap potensi bahari
yang dikembangkan sejak jaman Mataram Kuno, Singhasari, dan Majapahit seolah
surut semenjak pemerintahan Orde Baru Soeharto. Masa dimana pemerintah cenderung
menguras potensi agraria (hasil bumi) ketimbang menggali potensi bahari (hasil
laut).
Pengurasan hasil bumi semisal
penebangan kayu hingga merusak hutan dan lingkungan, percepatan produk padi dengan
menggunakan pupuk kimiawi hingga menghancurkan kesuburan sawah, atau penggusuran
lahan-lahan produktif untuk mendirikan perumahan-perumahan murah merupakan
bukti konkret bahwa bumi Nusantara mulai terancam keselamatannya.
Berpijak dari
realitas memprihatinkan di muka, kiranya penyelenggaraan BWCF 2013 mengandung
harapan untuk membuka kran kesadaran kepada publik agar lebih berpaling pada pemanfaatan
potensi bahari. Artinya, penggalian hingga pengurasan hasil bumi yang membawa
dampak buruk pada keselamatan bumi dan seluruh penghuninya agar ditinggalkan
atau ditekan seoptimal mungkin.
Dengan berpaling
pada pemanfaatan potensi bahari tidak diartikan untuk melakukan pengurasan
habis-habisan pada hasil laut, melainkan mengoptimalkan fungsi laut sebagai
sarana menunjang kesejahteraan umat manusia. Tentu saja, upaya ini harus
disertai dengan menjaga kebersihan lingkungan bahari dan seluruh makhluk hidup
yang tinggal di sekitar atau di dalamnya. Sebab tanpa menjaga keselamatan laut,
maka pemanfaatan potensi bahari juga akan menghancurkan laut itu sendiri secara
perlahan. Dengan demikian, budaya mencintai laut hendaklah menjadi fokus perhatian
dalam seminar BWCF 2013.
Selain menyoal bahasan Bahari
Nusantara, penyelenggaraan BWCF 2013 pula diarahkan untuk menggali perihal kekayaan
Nusantara lainnya yakni rempah. Salah satu kekayaan Nusantara yang bermanfaat
besar, namun belum mendapatkan perhatian secara optimal. Mengingat rempah yang
menjadi bahan obat-obatan tradisional (jamu) dan bumbu masak tersebut sangat
bermanfaat bagi kesehatan.
Budaya mengonsumsi jamu atau kuliner
dengan menggunakan bahan rempah akan dipresentasikan oleh beberapa pakar pada event
BWCF 2013. Dalam hal ini, BWCF 2013 berupaya untuk membuka kran kesadaran bahwa
gaya hidup manusia dengan mengonsumsi jamu dan kuliner dengan bahan rempah
adalah lebih higinis ketimbang mengonsumsi obat-obatan kimiawi dan makanan
instant.
Catatan Akhir
Dengan menelaah tema yang diusung, kiranya
penyelenggaraan BWCF 2013 cenderung diaarahkan sebagai media kontemplatif
perihal pemikiran-pemikiran para leluhur Nusantara. Pemikiran-pemikiran arif
dalam mengantisipasi arus modern yang cenderung mengajarkan manusia untuk hidup
serba insant namun berefek samping buruk pada kesehatan raga dan keselamatan
bumi. Terlepas dari tema, BWCF 2013 tetap menarik untuk senantiasa diikuti
kiprahnya.
Sri Wintala Achmad,
tinggal di
Cilacap
Catatan:
Naskah ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Minggu, 20 Oktober 2013.
Naskah ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Minggu, 20 Oktober 2013.
Sumber Foto:
http://cabiklunik.blogspot.co.id/2013/10/tifa-melihat-budaya-maritim-lewat-bwcf.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar