Entri yang Diunggulkan

INDONESIAN POEM BY BAMBANG DARTO

THE EARLY EVENING When raining the clock is damaged and the sun is dark the day has no wind when the thunder burglarizes chest my he...

Senin, 15 Januari 2018

PUISI

Sajak-Sajak Teguh Ranusastra Asmara


Sajak Akhir Tahun

ketika rindu lepas di ujung senja
angin melecut pada rahim puisi
ada bayangan yang mengaca
menatap sisa-sisa usiaku
begitu sepi

(tidurlah, dengan silang mautmu
yang ditinggalkan di ruji-ruji almanak
dan sementara Tuhan mengejangkan impian)

sepanjang jalan kecil ini
bulan telah mengasingkan ketakutan, di balik arloji
maka lahir bendera penyair
tanpa genderang kerajaan
hanya kelam dan duka
membalut wajahku

(tak usah tersedu
air matamu adalah pembrontakan
yang memberangkatkan siul-siul kebebasan)

Yogya, 1970


T a m a n

kuhitung langkah-langkah kaki dalam sepi taman
ketika hari tanpa suara, tegak kembali
jadi barisan waktu yang terlepas

angin tiba-tiba merendahkan lagu-lagu rindu
dan terbukalah nada fales pada angka
rahasia yang memberat, di ruangka
: belum bernama

Yogya, 1969


Malam Satu Suro

bergegas melintas gelombang, kabarpun sampai
di sini masih tersimpan warisan di batu
dupa dan kemenyan jadilah ceritera
mengundang mitos penuh berkah

doapun dilepas lewat kembang staman
ketika lembar almanak berganti
mengantar hasrat di malam satu suro
di sisi aroma penjaja cinta purba

ribuan kaki tertancap di pasir
dan hatimu kembali membeku di antara
rimbun rumput pantai yang mengering
segalanya pasrah menatap gugusan bintang jatuh.

Yogya, 1972


M a l i o b o r o

masih adakah yang kau becarakan malam ini?
sebait puisi jatuh menyeret peluit kereta
dari balik tembok, degup nafasmu
menyisakan luka batin
yang kau sanding dalam lipatan koran minggu

disini kau menguji janji
terpateri dalam kesetiaan
ketika jam menghitung untung rugi
dan gelisah senantiasa terbuang
di malioboro yang sepi

Yogya, 1970


S e n d i r i

aku berbaring disini di atas dipan
sebuah genting kaca, dimukaku
bercermin dalam bulan pucat
adakah yang kau rindukan malam ini ?
hanya sebuah bulan, di mataku
di balik genting kaca
pada tanggal dua yang merana, aku selalu begini
berpeluk guling tanpa kawan
mungkin tak ada lagi cinta buat orang lumpuh
sedang hatiku terus mengembara
ingin menarik bulan, di balik genting kaca

Yogya, 1969

Tidak ada komentar:

Posting Komentar