Entri yang Diunggulkan

INDONESIAN POEM BY BAMBANG DARTO

THE EARLY EVENING When raining the clock is damaged and the sun is dark the day has no wind when the thunder burglarizes chest my he...

Selasa, 08 Desember 2015

BUDAYA


BWCF 2013:
Membuka Kran Kesadaran
tentang Potensi Bahari dan Rempah
Oleh: Sri Wintala Achmad


Penyelenggaraan Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) oleh Samana Foundation pada 29 - 31 Oktober 2012 bisa dikatakan sukses. Berkat kesuksesan tersebut, Samana Foundation bermaksud kembali menggelar BWCF pada 17 - 20 Oktober 2013. Namun tema yang diusung tidak menohok tentang Cerita Silat dan Sejarah Nusantara, melainkan Memori Rempah dan Bahari Nusantara. Apapun temanya, penyelenggaraan BWCF tetap konsisten sebagai media penggali kebudayaan Nusantara yang sekian lama terkubur jaman. Ini merupakan salah satu nilai tersendiri untuk dicatat dan layak mendapatkan angkatan topi.
Melalui BWCF 2013 yang akan diselenggarakan di lima tempat, yakni: Hotel Manohara, Rumah Buku Dunia Tera, Hotel Royal Ambarukmo, Hotel Hyatt Regency, dan Hotel Sheraton Mustika tersebut; masalah rempah dan bahari Nusantara bakal dibahas oleh beberapa pakar, antara lain: Singgih Tri Sulistyono, Susanto Zuhdi, John N Miksic, Gusti Asnan, Edward Polenggomang, Riza Damanik, Bondan Kanumoyoso, Daud Aris Tanudirjo, Budi Prakoso, Bona Beding, Remy Silado, dll.
Selain seminar, BWCF 2013 pula akan menyajikan beberapa aktivitas budaya yang sangat menarik, yakni: Pameran Foto, Pemutaran Film, Pentas Musik, Panggung Sastra dari Laut, Pesta Buku, dan Pemberian Penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award ke-2 yang akan diberikan pada Susanto Zuhdi, Agus Aris Munadar, Supratikno Rahardjo, dan Mudji Sutrisno. Seluruh aktivitas kultural tersebut akan melibatkan penulis sastra berlatar belakang sejarah Nusantara, sejarawan, antropolog, pelaut, budayawan, mahasiswa, wartawan, dsb.

Membuka Kran Kesadaran
            Bila dihayati dengan seksama, Nusantara yang diibaratkan tanah surga oleh Koesplus dengan bahari sebagai kolam susu itu tampaknya bukan sekadar isapan jempol. Namun kesadaran terhadap potensi bahari yang dikembangkan sejak jaman Mataram Kuno, Singhasari, dan Majapahit seolah surut semenjak pemerintahan Orde Baru Soeharto. Masa dimana pemerintah cenderung menguras potensi agraria (hasil bumi) ketimbang menggali potensi bahari (hasil laut).
            Pengurasan hasil bumi semisal penebangan kayu hingga merusak hutan dan lingkungan, percepatan produk padi dengan menggunakan pupuk kimiawi hingga menghancurkan kesuburan sawah, atau penggusuran lahan-lahan produktif untuk mendirikan perumahan-perumahan murah merupakan bukti konkret bahwa bumi Nusantara mulai terancam keselamatannya.
Berpijak dari realitas memprihatinkan di muka, kiranya penyelenggaraan BWCF 2013 mengandung harapan untuk membuka kran kesadaran kepada publik agar lebih berpaling pada pemanfaatan potensi bahari. Artinya, penggalian hingga pengurasan hasil bumi yang membawa dampak buruk pada keselamatan bumi dan seluruh penghuninya agar ditinggalkan atau ditekan seoptimal mungkin.
Dengan berpaling pada pemanfaatan potensi bahari tidak diartikan untuk melakukan pengurasan habis-habisan pada hasil laut, melainkan mengoptimalkan fungsi laut sebagai sarana menunjang kesejahteraan umat manusia. Tentu saja, upaya ini harus disertai dengan menjaga kebersihan lingkungan bahari dan seluruh makhluk hidup yang tinggal di sekitar atau di dalamnya. Sebab tanpa menjaga keselamatan laut, maka pemanfaatan potensi bahari juga akan menghancurkan laut itu sendiri secara perlahan. Dengan demikian, budaya mencintai laut hendaklah menjadi fokus perhatian dalam seminar BWCF 2013.
            Selain menyoal bahasan Bahari Nusantara, penyelenggaraan BWCF 2013 pula diarahkan untuk menggali perihal kekayaan Nusantara lainnya yakni rempah. Salah satu kekayaan Nusantara yang bermanfaat besar, namun belum mendapatkan perhatian secara optimal. Mengingat rempah yang menjadi bahan obat-obatan tradisional (jamu) dan bumbu masak tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan.
            Budaya mengonsumsi jamu atau kuliner dengan menggunakan bahan rempah akan dipresentasikan oleh beberapa pakar pada event BWCF 2013. Dalam hal ini, BWCF 2013 berupaya untuk membuka kran kesadaran bahwa gaya hidup manusia dengan mengonsumsi jamu dan kuliner dengan bahan rempah adalah lebih higinis ketimbang mengonsumsi obat-obatan kimiawi dan makanan instant.
            Dengan menelaah tema yang diusung, penyelenggaraan BWCF 2013 kiranya diaarahkan sebagai media kontemplatif perihal pemikiran-pemikiran para leluhur Nusantara. Pemikiran-pemikiran arif dalam mengantisipasi arus modern yang cenderung mengajarkan manusia untuk hidup serba insant namun berefek samping buruk pada kesehatan raga dan keselamatan bumi. Terlepas dari tema, BWCF 2013 tetap menarik untuk senantiasa diikuti kiprahnya.

Sri Wintala Achmad
Tinggal di Cilacap

Sumber foto:


http://www.jogjapages.com/wp-content/uploads/2013/10/BWCF2013.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar