PENGENALAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
DI LINGKUP
ANAK-ANAK
Oleh: Sri Wintala Achmad
Banyak orang tua Jawa mengeluhkan
tentang anak-anaknya yang tidak bisa menggunakan bahasa Jawa dengan baik dan
benar. Baik, secara tutur kata dan etika di dalam mengomunikasikan dengan lawan
bicaranya. Benar, secara tata bahasa yang telah dibakukan oleh para leluhur
(pewaris) bahasa Jawa tersebut.
Dalam hal ini, seyogyanya kita tidak
segera menyalahkan pihak orang tua, sekolah, atau terlebih anak-anak itu
sendiri. Akan tetapi, introspeksi diri merupakan salah satu langkah bijak di
dalam membimbing anak-anak untuk gemar menggunakan bahasa Jawa sebagai alat
komunikasi yang baik dan benar.
Terdapat dua langkah cerdas yang harus
ditempuh oleh pihak orang tua di dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak
untuk gemar menggunakan bahasa Jawa, yakni: pertama, orang tua seyogyanya tidak
teramat bangga untuk mengenalkan bahasa Indonesia semata kepada anak-anak yang
hidup di lingkup masyarakat Jawa. Bahasa kedua yang seharusnya diajarkan
sesudah anak-anak menguasai bahasa daerahnya.
Kedua, orang tua seyogyanya menggunakan
bahasa Jawa yang baik dan benar di dalam mengenalkan bahasa leluhurnya itu
kepada anak-anak. Kalau langkah ini tidak ditempuh, maka jangan disalahkan
apabila anak-anak akan menjadi generasi penerus yang asing dengan bahasa
warisannya sendiri.
Di dalam membimbing anak-anak untuk
gemar menggunakan bahasa Jawa seharusnya tidak menunggu mereka sampai dewasa.
Bimbingan tersebut hendaklah mulai diberikan sejak anak-anak berusia antara 0-3
tahun. Karena menurut Masaru Ibuka dalam bukunya ‘Kindergarten is Too Late’,
bahwa sel-sel otak manusia mulai berkembang 80 % selama tiga tahun pertama
pasca kelahirannya. Pada usia ini, anak-anak memiliki daya serap cukup tinggi
atas stimulasi dari luar.
Di samping orang tua, lembaga pendidikan
formal (sekolah) memiliki peran penting di dalam mengembangkan kemampuan
anak-anak di dalam berbahasa Jawa yang mengarah pada pengenalan sastra Jawa
baik meliputi apresiasi dan penciptaan. Lebih jauh, upaya ini tidak akan
mengalami kendala berarti apabila orang tua telah memberikan pembekalan cukup
terhadap pengetahuan berbahasa Jawa.
Pengenalan sastra Jawa kepada anak-anak
yang dilakukan oleh pihak sekolah seharusnya ditangani oleh tenaga-tenaga ahli,
semisal: sastrawan dan ahli sastra Jawa. Sehingga upaya tersebut dapat
memberikan kemampauan bagi anak-anak yang mencakup teknik dan praktik
penciptaan karya sastra Jawa, seperti geguritan atau cerkak (cerita cekak)
sederhana.
Berdasarkan pandangan Ibuka, di mana
anak-anak berusia 0-3 tahun memiliki daya serap tinggi atas stimulasi dari
luar, maka upaya pengenalan sastra Jawa dapat dimulai sejak mereka duduk di
bangku Taman Kanak-kanak (TK). Tidak perlu menunggu mereka duduk di bangku
Sekolah Dasar (SD).
Meskipun demikian hal yang perlu
diperhatikan, bahwa upaya tersebut harus diselaraskan dengan pengetahuan
empirik anak-anak yang meliputi: pengalaman bermain dengan kawan-kawan
sebayanya, mengunjungi taman pintar atau tempat-tempat wisata, dll.
Guna menopang upaya pengenalan sastra
Jawa, maka pihak pembimbing perlu memberikan motivasi kepada anak-anak untuk
bernyali mengirimkan karya-karyanya di media massa berbahasa Jawa. Lebih
lanjut, pihak sekolah harus memberikan penghargaan kepada mereka yang
karya-karyanya dimuat. Penghargaan tersebut akan memberikan rasa bangga yang
akan memicu keberhasilan anak-anak di dalam memelajari ilmu-pengetahuan
lainnya.
Apabila pengenalan bahasa dan sastra
Jawa kepada anak-anak telah dilakukan oleh pihak orang tua dan sekolah, maka
bahasa dan sastra Jawa akan mengalami kegairahan kehidupannya kembali. Banyak
ahli bahasa dan sastrawan Jawa akan dilahirkan. Alhasil, media berbahasa Jawa
yang semakin mengalami keterpurukan nasibnya akan mengalami kebangkitannya.
Ditandaskan bahwa persepsi mengenai
pengenalan bahasa dan sastra Jawa di lingkup anak-anak dapat dijadikan
permenungan bersama. Langkah ini lebih baik ketimbang keluhan orang tua yang
mengklam bahwa generasi sekarang tidak pecus (gemar) berbahasa, dan terlebih
menulis sastra Jawa.
Sri Wintala
Achmad
Tinggal di
Cilacap, Jawa Tengah
sumber gambar:
http://tembi.net/peristiwa-budaya/parade-pentas-sastra-jawa-mewarnai-ulang-tahun-ke-23-sanggar-sastra-jawa-yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar