Entri yang Diunggulkan

INDONESIAN POEM BY BAMBANG DARTO

THE EARLY EVENING When raining the clock is damaged and the sun is dark the day has no wind when the thunder burglarizes chest my he...

Selasa, 08 Desember 2015

SENI DAN BUDAYA



SEMOGA FKY 2012 TIDAK HAMBAR
Oleh: Sri Wintala Achmad


Yogyakarta, salah satu wilayah di Indonesia yang menyandang banyak predikat positif. Selain sebagai daerah istimewa, Yogyakarta dikenal sebagai kota pariwisata, kebudayaan, kesenian, dan pendidikan. Tidak heran, bila Yogyakarta banyak dikunjungi wisatawan domestik dan manca, dihuni banyak pelajar (mahasiswa) dari berbagai daerah di tanah air, serta dihuni banyak seniman bertarap nasional dan internasional.
Sebagai kota kesenian, Yogyakarta telah menjadi ladang subur bagi para seniman di dalam berolah karya seni yang meliputi seni teater, seni tari, seni musik, seni rupa, dan seni sastra. Dikatakan ladang subur, karena Yogyakarta masih dirasakan oleh banyak seniman sebagai ruang interaksi kreatif dan sekaligus sebagai ruang kreasi yang kondusif dan inspiratif di dalam penciptaan karya seni. Sehingga wajar, bila dari Yogyakarta lahirlah para seniman handal. Sekadar menyebutkan nama: Affandi, Amri Yahya, Greg, Sidarta, dll (Seni Lukis); Bagong Kusudihardjo, Bimo Wiwohatmo, Didik Nini Thowok, dll (Seni Tari); Yoyok Aryo, Butet Kertaredjasa, Azwar AN, Landung Rusyanto Simatupang, Gentong HSA, Tertib Suratmo, Sri Harjanto Sahid, dll (Seni Teater); Sapto Rahardjo, Djaduk Ferianto, Otok Bima Sidarta, dll (Seni Musik); Umar Kayam, Kuntowijoyo, Linus Suryadi AG, EMHA Ainun Nadjib, Bakdi Sumanto, Ragil Suwarno Pragolapati, Suminto A Sayuti, Iman Budi Santosa, Indra Tranggono, Fauzi Absal, Musthofa W Hasyim, Joko Pinurbo, dll (Sastra Indonesia); serta Suryanto Sastroatmodjo, Jaimin K, Krishna Mihardja, Sugiyono MS, Rita Nuryanti, dll (Sastra Jawa).

Sastra Indonesia
Waktu terus melintas. Napas kesenian terus mengalir seirama detak jantung kehidupan di Yogyakarta. Terutama dalam seni sastra, Yogyakarta masih memberikan napas kreativitas bagi para sastrawan. Bahkan berbagai event lomba, baca, diskusi, dan penerbitan antologi puisi semakin mewarnai  kehidupan sastra di Yogyakarta. Rumah Budaya Tembi, Titik Nol Malioboro, Taman Budaya Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Balai Bahasa Yogyakarta, dsb adalah kantong-kantong sastra yang dapat dijadikan saksi tentang maraknya kehidupan sastra di kota tersebut.
Dari berbagai event yang berkaitan dengan kehidupan sastra (terutama, puisi) di Yogyakarta layak dibanggakan. Karena berbagai event tersebut tidak hanya diharapkan sebagai media interaksi kreatif antar insan sastra (baca, kreator, pembaca, pecinta, dan kritikus puisi), melainkan pula dapat menjadi media pemacu kreativitas bagi generasi penerus dalam penciptaan puisi khususnya dan genre sastra lain pada umumnya. Sehingga dari berbagai event tersebut dapat dimaknai pula sebagai ibu kandung yang didambakan sanggup melahirkan kreator-kreator muda handal dengan karya-karya berstandar kualitatif. Karya-karya yang bukan sekadar hadir, namun dapat memaknai kehadirannya di ruang apresiasi publik.

Sastra Jawa
            Berbicara tentang kehidupan sastra Jawa di Yogyakarta kini, memang tidak segegap-gempita bila dibandingkan dengan kehidupan sastra Indonesia. Tidak seperti pada 10 - 20 tahun sebelumnya, kehidupan sastra Jawa yang dapat dipantau melalui media cetak (majalah) Djaka Lodang dan Mekarsari tampak menggairahkan. Karena setiap kedua majalah itu terbit, karya-karya dari para sastrawan tangguh semisal Suryanto Sastraatmodjo, Kuswahyo SS Rahardjo, Rita Nuryanti, Jaimin K, Khrisna Miharja, AY Suharyono,  Suwardi Endraswara, Akhir Lusono, dsb senantiasa menghiasi halaman gurit, cerkak, dan cerbung.
            Selain melalui majalah Djaka Lodang dan Mekarsari; Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY) pula dapat dijadikan tolok ukur tentang kegairahan kehidupan sastra Jawa di Yogyakarta pada 10 - 20 tahun silam. Karena setiap pertemuan SSJY yang disertai dengan penerbitan majalah Pagagan itu selalu dihadiri para sastrawan tangguh, hingga terjalinlah interaksi kreatif yang menopang pada peningkatan kualitas karya setiap anggotanya.
            Belakangan ini, kegairahan dalam kehidupan sastra Jawa di Yogyakarta tampaknya semakin menipis hingga tidak terlihat munculnya sastrawan-sastrawan muda dengan karya-karya berstandar kualitatif. Hal ini dikarenakan kurangnya aktivitas sastra Jawa yang diarahkan sebagai media interaksi kreatif antar sastrawan mapan dengan sastrawan muda (pemula). Barangkali pula, karena generasi muda sendiri semakin tidak tertarik dengan sastra Jawa yang dinilai kurang memberikan jaminan akan kesejahteraan materi di masa depan .
            Sekalipun demikian, upaya untuk membangkitkan ketertarikan generasi muda dalam menciptakan karya sastra Jawa harus tetap dilakukan baik melalui komunitas atau sanggar. Melalui komunitas atau sanggar yang dibentuk hendaklah bukan sekadar membuka ruang-ruang kreatif dalam baca gurit, macapatan, atau cerkak dari para sastrawan mapan, namun pula hendaklah menyelenggarakan workshop penulisan karya sastra Jawa di kalangan generasi penerus (remaja dan anak-anak). Dalam menopang upaya ini, komunitas atau sanggar tersebut bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan formal.

FKY dan Sastra
Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) akan kembali diselenggarakan pada 20 Juni - 5 Juli 2012 di kota Yogyakarta dan 4 (empat) wilayah kabupaten, yakni: Sleman, Bantul, Kulonprogo, dan Gunung Kidul. Penyelenggaraan FKY kali ini merupakan yang ke 24 semenjak diadakan mulai tahun 1988.
Dalam catatan, bahwa setiap FKY diselenggarakan senantiasa diwarnai dengan berbagai aktivitas kesenian baik yang bernapaskan modern (kontemporer) maupun tradisi. Bahkan melalui FKY, aktivitas-aktivitas sastra yang diwujudkan melalui penerbitan buku, pertunjukan (pembacaan), serta diskusi karya sastra Indonesia atau Jawa sering mewarnai di tengah gelar kesenian yang lain. Sehingga kesan yang muncul bahwa panitia dan lebih luas lagi Dinas Kebudayaan (pemerintah) tetap memperhatikan kehidupan sastra di Yogyakarta.
Tidak dapat dipungkiri, FKY diharapkan untuk selalu diselenggarakan setiap tahunnya. Kehidupan sastra Indonesia dan Jawa pula harus selalu diperhatikan kehidupan dan perkembangannya. Karenanya, FKY dan sastra harus berjalan beriringan. Sebab tanpa melibatkan sastra, FKY akan terasa cemplang (hambar). Sekalipun tanpa penyelenggaraan FKY dan perhatian pemerintah, jantung kehidupan sastra di Yogyakarta tetap berdetak.
Sebagai seorang yang pernah berhutang budi pada kota tercinta Yogyakarta, penulis hanya bisa berharap agar penyelenggaraan FKY senantiasa melibatkan sastra. Tentu saja pelibatannya bukan sekadar untuk menghibur agar pelaku sastra di Yogyakarta tidak protes dan nggerundhel di belakang, malainkan harus memberikan kontribusi taktis di dalam membangkitkan kegairahan menulis di kalangan generasi penerus (remaja dan anak-anak).
Karenanya agenda workshop penulisan karya sastra yang melibatkan mahasiswa (siswa-siswi) dari lingkup pendidikan formal hendaklah menjadi salah prioritas dalam penyelenggaraan FKY XXIV. Agenda ini akan menjadi lebih penting ketimbang mengundang sejumlah penyair dari luar wilayah Yogyakarta untuk terlibat dalam pembacaan atau penerbitan antologi puisi atau cerpen versi FKY. Mengingat belakangan ini, regenerasi sastra di Yogyakarta tampak kurang mendapatkan perhatian. Selain pula memandang, bahwa proses penulisan dan nilai-nilai di dalam karya sastra tetap memiliki pengaruh positif guna membangun kepribadian generasi penerus. Generasi gamang di tengah gebalau arus jaman yang semakin global.
                                                                                    
Sri Wintala Achmad
Pecinta sastra, tingggal di Cilacap, Jawa Tengah

Sumber naskah: Minggu Pagi, Jum’at 15 Juni 2012 
Sumber foto: http://jalanjogja.com/fky-festival-untuk-kita-semua/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar