SEMOGA FKY 2012
TIDAK HAMBAR
Oleh: Sri Wintala Achmad
Yogyakarta,
salah satu wilayah di Indonesia yang menyandang banyak predikat positif. Selain
sebagai daerah istimewa, Yogyakarta dikenal sebagai kota pariwisata, kebudayaan,
kesenian, dan pendidikan. Tidak heran, bila Yogyakarta banyak dikunjungi
wisatawan domestik dan manca, dihuni banyak pelajar (mahasiswa) dari berbagai
daerah di tanah air, serta dihuni banyak seniman bertarap nasional dan internasional.
Sebagai kota
kesenian, Yogyakarta telah menjadi ladang subur bagi para seniman di dalam berolah
karya seni yang meliputi seni teater, seni tari, seni musik, seni rupa, dan seni
sastra. Dikatakan ladang subur, karena Yogyakarta masih dirasakan oleh banyak
seniman sebagai ruang interaksi kreatif dan sekaligus sebagai ruang kreasi yang
kondusif dan inspiratif di dalam penciptaan karya seni. Sehingga wajar, bila
dari Yogyakarta lahirlah para seniman handal. Sekadar menyebutkan nama: Affandi,
Amri Yahya, Greg, Sidarta, dll (Seni Lukis); Bagong Kusudihardjo, Bimo
Wiwohatmo, Didik Nini Thowok, dll (Seni Tari); Yoyok Aryo, Butet Kertaredjasa,
Azwar AN, Landung Rusyanto Simatupang, Gentong HSA, Tertib Suratmo, Sri
Harjanto Sahid, dll (Seni Teater); Sapto Rahardjo, Djaduk Ferianto, Otok Bima
Sidarta, dll (Seni Musik); Umar Kayam, Kuntowijoyo, Linus Suryadi AG, EMHA
Ainun Nadjib, Bakdi Sumanto, Ragil Suwarno Pragolapati, Suminto A Sayuti, Iman
Budi Santosa, Indra Tranggono, Fauzi Absal, Musthofa W Hasyim, Joko Pinurbo, dll
(Sastra Indonesia); serta Suryanto Sastroatmodjo, Jaimin K, Krishna Mihardja,
Sugiyono MS, Rita Nuryanti, dll (Sastra Jawa).
Sastra
Indonesia
Waktu terus
melintas. Napas kesenian terus mengalir seirama detak jantung kehidupan di
Yogyakarta. Terutama dalam seni sastra, Yogyakarta masih memberikan napas
kreativitas bagi para sastrawan. Bahkan berbagai event lomba, baca, diskusi,
dan penerbitan antologi puisi semakin mewarnai kehidupan sastra di Yogyakarta. Rumah Budaya
Tembi, Titik Nol Malioboro, Taman Budaya Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan,
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Balai Bahasa Yogyakarta, dsb adalah
kantong-kantong sastra yang dapat dijadikan saksi tentang maraknya kehidupan
sastra di kota tersebut.
Dari berbagai
event yang berkaitan dengan kehidupan sastra (terutama, puisi) di Yogyakarta
layak dibanggakan. Karena berbagai event tersebut tidak hanya diharapkan
sebagai media interaksi kreatif antar insan sastra (baca, kreator, pembaca,
pecinta, dan kritikus puisi), melainkan pula dapat menjadi media pemacu
kreativitas bagi generasi penerus dalam penciptaan puisi khususnya dan genre
sastra lain pada umumnya. Sehingga dari berbagai event tersebut dapat dimaknai pula
sebagai ibu kandung yang didambakan sanggup melahirkan kreator-kreator muda
handal dengan karya-karya berstandar kualitatif. Karya-karya yang bukan sekadar
hadir, namun dapat memaknai kehadirannya di ruang apresiasi publik.
Sastra
Jawa
Berbicara tentang kehidupan sastra
Jawa di Yogyakarta kini, memang tidak segegap-gempita bila dibandingkan dengan
kehidupan sastra Indonesia. Tidak seperti pada 10 - 20 tahun sebelumnya,
kehidupan sastra Jawa yang dapat dipantau melalui media cetak (majalah) Djaka
Lodang dan Mekarsari tampak menggairahkan. Karena setiap kedua majalah itu
terbit, karya-karya dari para sastrawan tangguh semisal Suryanto Sastraatmodjo,
Kuswahyo SS Rahardjo, Rita Nuryanti, Jaimin K, Khrisna Miharja, AY
Suharyono, Suwardi Endraswara, Akhir
Lusono, dsb senantiasa menghiasi halaman gurit, cerkak, dan cerbung.
Selain melalui majalah Djaka Lodang
dan Mekarsari; Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY) pula dapat dijadikan tolok
ukur tentang kegairahan kehidupan sastra Jawa di Yogyakarta pada 10 - 20 tahun silam.
Karena setiap pertemuan SSJY yang disertai dengan penerbitan majalah Pagagan
itu selalu dihadiri para sastrawan tangguh, hingga terjalinlah interaksi
kreatif yang menopang pada peningkatan kualitas karya setiap anggotanya.
Belakangan ini, kegairahan dalam
kehidupan sastra Jawa di Yogyakarta tampaknya semakin menipis hingga tidak
terlihat munculnya sastrawan-sastrawan muda dengan karya-karya berstandar
kualitatif. Hal ini dikarenakan kurangnya aktivitas sastra Jawa yang diarahkan
sebagai media interaksi kreatif antar sastrawan mapan dengan sastrawan muda
(pemula). Barangkali pula, karena generasi muda sendiri semakin tidak tertarik
dengan sastra Jawa yang dinilai kurang memberikan jaminan akan kesejahteraan materi
di masa depan .
Sekalipun demikian, upaya untuk
membangkitkan ketertarikan generasi muda dalam menciptakan karya sastra Jawa
harus tetap dilakukan baik melalui komunitas atau sanggar. Melalui komunitas
atau sanggar yang dibentuk hendaklah bukan sekadar membuka ruang-ruang kreatif
dalam baca gurit, macapatan, atau cerkak dari para sastrawan mapan, namun pula
hendaklah menyelenggarakan workshop penulisan karya sastra Jawa di kalangan
generasi penerus (remaja dan anak-anak). Dalam menopang upaya ini, komunitas
atau sanggar tersebut bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
formal.
FKY
dan Sastra
Festival
Kesenian Yogyakarta (FKY) akan kembali diselenggarakan pada 20 Juni - 5 Juli 2012
di kota Yogyakarta dan 4 (empat) wilayah kabupaten, yakni: Sleman, Bantul,
Kulonprogo, dan Gunung Kidul. Penyelenggaraan FKY kali ini merupakan yang ke 24
semenjak diadakan mulai tahun 1988.
Dalam catatan,
bahwa setiap FKY diselenggarakan senantiasa diwarnai dengan berbagai aktivitas
kesenian baik yang bernapaskan modern (kontemporer) maupun tradisi. Bahkan
melalui FKY, aktivitas-aktivitas sastra yang diwujudkan melalui penerbitan buku,
pertunjukan (pembacaan), serta diskusi karya sastra Indonesia atau Jawa sering mewarnai
di tengah gelar kesenian yang lain. Sehingga kesan yang muncul bahwa panitia
dan lebih luas lagi Dinas Kebudayaan (pemerintah) tetap memperhatikan kehidupan
sastra di Yogyakarta.
Tidak dapat
dipungkiri, FKY diharapkan untuk selalu diselenggarakan setiap tahunnya.
Kehidupan sastra Indonesia dan Jawa pula harus selalu diperhatikan kehidupan
dan perkembangannya. Karenanya, FKY dan sastra harus berjalan beriringan. Sebab
tanpa melibatkan sastra, FKY akan terasa cemplang
(hambar). Sekalipun tanpa penyelenggaraan FKY dan perhatian pemerintah, jantung
kehidupan sastra di Yogyakarta tetap berdetak.
Sebagai seorang
yang pernah berhutang budi pada kota tercinta Yogyakarta, penulis hanya bisa
berharap agar penyelenggaraan FKY senantiasa melibatkan sastra. Tentu saja
pelibatannya bukan sekadar untuk menghibur agar pelaku sastra di Yogyakarta
tidak protes dan nggerundhel di
belakang, malainkan harus memberikan kontribusi taktis di dalam membangkitkan kegairahan
menulis di kalangan generasi penerus (remaja dan anak-anak).
Karenanya agenda
workshop penulisan karya sastra yang melibatkan mahasiswa (siswa-siswi) dari
lingkup pendidikan formal hendaklah menjadi salah prioritas dalam
penyelenggaraan FKY XXIV. Agenda ini akan menjadi lebih penting ketimbang
mengundang sejumlah penyair dari luar wilayah Yogyakarta untuk terlibat dalam
pembacaan atau penerbitan antologi puisi atau cerpen versi FKY. Mengingat
belakangan ini, regenerasi sastra di Yogyakarta tampak kurang mendapatkan
perhatian. Selain pula memandang, bahwa proses penulisan dan nilai-nilai di
dalam karya sastra tetap memiliki pengaruh positif guna membangun kepribadian
generasi penerus. Generasi gamang di tengah gebalau arus jaman yang semakin global.
Sri Wintala Achmad
Pecinta sastra, tingggal di Cilacap, Jawa Tengah
Sumber naskah: Minggu
Pagi, Jum’at 15 Juni 2012
Sumber foto: http://jalanjogja.com/fky-festival-untuk-kita-semua/
Sumber foto: http://jalanjogja.com/fky-festival-untuk-kita-semua/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar